Sabtu, 23 November 2013

Kerajaan Islam di Pulau Sumatera


A. Kesultanan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samudra Pasai berdiri pada abad ke-13, tepatnya pada 1285 M. Kerajaan ini terletak di Pasai, Lhokseumawe, pantai timur taut Sumatra di ujung utara. Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh seorang Laksamana Angkatan Laut dari Mesir bernama Nazimuddin Al-Kamil. Ia lalu mengangkat Marah Silu sebagai sultan pertama. Setelah dilantik sebagai sultan, Marah Silu bergelar Sultan Malik As-Saleh.

Sepeninggal Sultan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai diteruskan oleh Sultan Malik Tahir, anaknya. Sultan Malik Tahir adalah sultan yang taat beragama dan giat berdakwah. Baginda membangun Masjid dan banyak meunasahl surau di seluruh pelosok negeri. Dengan demikian, Islam tersebar sampai ke desa-desa.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik Tahir inilah Kerajaan Samudra Pasai mengalami kejayaan. Rakyat mengalami kemakmuran dan kehidupan beragama semarak. Hal ini dilukiskan oleh seorang musafir, Ibnu Batutah dari Maroko yang membuat catatan dalam buku hariannya sebagai berikut: “Sultan adalah pengikut agama Islam yang saleh. Baginda dan rakyatnya adalah pengikut Mazhab Syafi’i. Pada Jumat, Baginda pergi ke masjid dengan berjalan kaki yang diikuti oleh rakyatnya. Saat pulang dan masjid, Baginda menunggang gajah dengan beberapa pengawal saja. Rakyat sangat menghormati sultannya. Kehidupan rakyat tampak makmur.”

Setelah Sultan Malik Tahir meninggal, Kerajaan Samudra Pasai diteruskan oleh Zainal Abidin, anaknya. Pada masa pemerintahan Zainal Abidin, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena adanya persaingan di antara keluarga istana yang menyebabkan salah urus pemerintahan. Akibatnya pemerintah pusat menjadi lemah yang akhirnya mendorong daerah-daerah di bawah kekuasaan Kerajaan Samudra Pasai berusaha melepaskan diri dengan cara melakukan pemberontakan. Di samping itu, juga terjadi serangan dari Majapahit yang melakukan politik perluasan wilayah ke seluruh Nusantara. Pada abad ke-15 nama Kerajaan Samudra Pasai sudah tidak terdengar lagi.

B. Kesultanan Aceh

Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh terletak di Kotaraja, Banda Aceh. Semula, Kerajaan Aceh hanyalah sebuah kerajaan kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Pedir. Seiring dengan dikuasainya Malaka oleh Portugis pada 1511, banyak ulama dan pejuang Islam di Kerajaan Malaka mencari suaka politik di Kerajaan Aceh ini. Dalam perkembangan berikutnya, Kerajaan Aceh menjadi sebuah kerajaan yang makin kuat karena didukung oleh banyak pejuang militan dan orang cerdik cendekia.

Sultan Ali Mugayat Syah mulai menata pemerintahannya. Pejabat yang mengurus bidang agama mendapat perhatian. Penghulu, imam masjid, imam surau/meunasah, dan pejabat agama tingkat desa/ gampong diangkat. Sejalan dengan itu, puluhan masjid dan ratusan meunasah didirikan. Dengan demikian, agama Islam dipeluk oleh semua rakyatnya dan telah menjadi agama rakyat, bukan hanya milik sultan dan kerabatnya.

Sultan Kerajaan Aceh yang sangat terkenal adalah Sultan Iskandar Muda yang berkuasa pada 1607-1636 M. Pada masa Sultan Iskandar Muda inilah Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan makin luas yang mencapai semenanjung Malaka seperti Kedah, Perak, dan Pahang. Kehidupan rakyat makin makmur. Dakwah Islam makin giat dan pengamalan keagamaan rakyat makin meningkat.

Sepeninggal Sultan Iskandar Muda pada 1636, Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Tsani, anaknya. Ternyata kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani tak secakap bapaknya. Pemerintahan makin lama makin tidak efektif. Akibatnya pemerintah tak bisa memajukan kehidupan rakyat. Rakyat banyak yang tidak puas atas pemerintahan sultan dan kerabatnya. Kondisi ini terus berlanjut sehingga kerajaan menjadi sangat mundur.

Kondisi Kerajaan Aceh semakin melemah pada awal abad ke-17. Sejak itu, secara berangsur-angsur Kerajaan Aceh tidak bisa bertahan dan akhirnya hanya tinggal nama saja.

C. Kesultanan Siak Sri Indrapura

Di daerah Riau pada tahun 1723 M berdiri kesultanan Islam Siak Sri Indrapura. Kesultanan ini didirikan oleh Abdul Jalil Rahmat Syah atau Raja Kecil, putra Sultan Mahmud II, penguasa Johor, Malaysia. Kesultanan ini menjadi pusat penyebaran Islam di Sumatra Timur.

Abdul Jalil atau Raja Kecil digantikan oleh anaknya, Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760). Pada masa pemerintahan Abdul Jalil Muzaffar Syah ini, Kesultanan Siak melawan Belanda yang ingin memonopoli perdagangan. Kesultanan Siak berhasil memenangkan peperangan ini dan dapat memaksa Belanda mundur dan wilayahnya. Akan tetapi, pada peperangan yang kedua pada 1858, Kesultanan Siak terpaksa menandatangani Traktat Siak. Isi Traktat sangat merugikan Kesultanan Siak. Sebagian isinya adalah bahwa Belanda mengakui otonomi Kesultanan Siak tapi Siak harus menyerahkan 12 daerah taklukannya. Sejak ditandatanganinya Traktat Siak ini berangsur-angsur Kesultanan Siak mengalami kemunduran.

Sultan terakhir Siak adalah Syarif Qasim II, yang memerintah 1908-1946. Sultan Syarif Qasim II mempunyai pandangan yang modern. Beliau mendirikan sekolah dasar (HIS) pada 1915 untuk anak-anak pribumi tanpa membedakan status sosialnya dan Madrasah Al Hasyimiyah (1917). Juga sekolah untuk perempuan Latfah School (1926) dan Madrasah An-Nisa (1929). Sultan Syarif Qasim II pada 1946 menyerahkan sepenuhnya daerah kesultanannya kepada pemerintah Republik Indonesia. Atas jasanya nama Sultan Syarif Qasim II diabadikan menjadi nama IAIN Pekanbaru, Riau.

Related Post

Bagikan

Facebook Twitter Google+ Digg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Twitter | Facebook | My Blog
Copyright © 2013. Cowok Feminim - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modif Cowok Feminim
Proudly powered by Blogger